Pagi itu semilir angin membelai lembut wajah kala melintasi ruas jalan di Desa Banyuresmi, Kecamatan Sukasari, Kabupaten Sumedang. Roda dua melaju lambat demi menghirup semerbak harum yang mengudara. Harum itu berasal dari daun tembakau yang dijemur di hampir setiap halaman rumah warga.

Kecamatan Sukasari, Kabupaten Sumedang dikenal sebagai salah satu sentra penghasil komoditas tembakau. Daerah tersebut bahkan didaulat menjadi kawasan agrowisata "kampung bako" atau kampung tembakau.

Pengolahan serta bertanam tembakau menjadi mata pencaharian bagi mayoritas warga di Kecamatan Sukasari, Kabupaten Sumedang. Profesi ini menjadi tradisi yang telah digeluti warga secara turun-temurun. Komoditas tembakau menjadi sesuatu yang begitu berharga bagi warga daripada logam mulia pada dulu kala.

Pengolahan serta bertanam tembakau menjadi mata pencaharian bagi mayoritas warga di Kecamatan Sukasari. Profesi ini menjadi tradisi yang telah digeluti warga secara turun-temurun.

"Jika dibandingkan warga desa lain, pada saat dulu itu, mungkin sampai sekarang juga, harta simpanan berharganya bukan logam mulia atau uang di bank, tapi tembakau. Kalau saya sebut, tembakau itu ibarat emas hijau," kata Teti, salah satu petani dan pengolah tembakau kepada Republika.id beberapa waktu lalu.

Pengolahan tembakau di Sukasari punya ciri khas dan keunikannya sendiri. Salah satunya ialah rajangan yang halus dan tipis hingga menghasilkan lembaran serabut tembakau yang biasa digunakan untuk bahan tembakau mole.

"Tentunya punya aroma dan rasa yang khas, yang di daerah lain tidak ada," kata Teti.

Dalam satu bulan, daerah ini mampu memproduksi kurang lebih 2 ton tembakau mole siap konsumsi. Harganya bervariasi, mulai dari dari Rp 55 ribu sampai Rp 235 ribu per lempeng (nampan) bergantung pada kualitas. Tembakau tersebut dipasarkan ke sejumlah provinsi di Indonesia seperti Sumatra, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali.

Selain dipasarkan ke sejumlah provinsi di Indonesia, para petani juga menjual tembakau di Pasar Tembakau Tanjungsari. Pasar tersebut merupakan salah satu dari tiga pasar tembakau berskala internasional di dunia. Pamornya digadang-gadang setara dengan pasar tembakau di Bremen, Jerman.

Beragam jenis tembakau dalam satuan koli (karung plastik) dijajakan di kios-kios pasar yang hanya buka pada hari selasa dan sabtu tersebut. Tembakau-tembakau itu merupakan bahan baku hilir untuk jadi tembakau linting atau beragam jenis merek rokok terkenal yang ada di pasaran.

Di tengah gempuran kampanye anti-tembakau dan RUU tentang Kesehatan yang menyamakan pengelompokan hasil tembakau dengan narkotika sebagai zat adiktif, komoditas "emas hijau" hingga kini masih memberi kehidupan untuk para ribuan petani dan pedagang di Kabupaten Sumedang.

Foto dan Teks

Abdan Syakura/Republika

 

Editor

Edwin Putranto

 

Desain

Baskoro Adhy

top

Sejumput Kisah Emas Hijau Dari Sukasari